Kami ingin menanyakan hukum menguburkan jenazah di liang lahat yang sebelumnya sudah ada makam lama, sehingga jasad akan bertumpuk atau menyatu di satu kubur. Bagaimana pandangan Islam?. (Wisnu, 085731639xxx).
Fenomena menguburkan jenazah di liang lahat yang sebelumnya sudah ada makam lama atau menumpuk jenazah di tempat pemakaman umum (TPU), misalnya di Jakarta bukan hal baru, karena TPU di Jakarta sudah tidak tersedia lagi lahan untuk menguburkan jenazah. Lalu bagaimana hukumnya menumpuk jenazah dalam ajaran Islam?. MUI DKI sudah membuat fatwa terkait hal itu dan diumumkan pada 2011 lalu. Secara garis besar, MUI membolehkan jenazah ditumpuk di makam jenazah lain dalam keadaan darurat, misalnya karena tidak ada lagi lahan pemakaman. Jika sebagian tulang belulang jenazah yang lama kelihatan setelah proses penggalian selesai, maka tulang belulang yang lama diletakkan di sebelah jenazah yang baru atau ditaruh di atasnya dengan dipisah tanah atau papan. Fatwa tersebut lalu menjelaskan dalam kondisi normal hukum menimpa jenazah lama dengan jenazah yang baru adalah haram, karena dianggap mencederai kehormatan jenazah yang lama.
Keputusan MUI DKI itu tidak jauh beda dengan pandangan para ahli fikih. Menurut qaul yang mu’tamad (pendapat yang bisa digunakan pegangan), mengubur dua mayat atau lebih dalam satu liang kubur adalah haram, meskipun keberadaan mayit tersebut sejenis atau pasangan suami istri atau masih kecil atau bersaudara, kecuali apabila mayit yang pertama diperkirakan oleh orang yang ahli telah hancur dan tidak ada yang tersisa dari bagian tubuh mayit yang pertama. Menurut sebagian Ulama’ yang lain jika antara mayit yang pertama dan mayit yang kedua sama-sama berwasiat untuk dikubur dalam satu kuburan, maka hukumnya boleh. Namun pendapat ini ditentang oleh Imam Al-Sibramalisi, karena dianggap berwasiat dengan perkara yang diharamkan, sehingga tidak boleh dilaksanakan. Pendapat ahli fiqh di atas dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi darurat. Apabila dalam kondisi darurat, maka hukum mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan adalah boleh, seperti terlalu banyaknya orang yang meninggal hingga sulit untuk mengubur satu mayat dalam satu kuburan. Imam Al-Nawawi dalam Kitab Majmu’ Syarh kitab Al-Muhadzdzab menegaskan, bahwa larangan mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan tersebut karena Rasulullah saw. tidak pernah mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan kecuali dalam kondisi darurat, seperti yang pernah dilakukan ketika mengubur para sahabat yang meninggal dalam perang uhud. Hal itu sesuai dengan hadis, misalnya riwayat al-Nasai sebagaimana pada bab ma yustahabb min i’maq al-qabr dari Hisyam ibn ‘Amir, ia mengatakan : “kami mengadu kepada Rasulullah saw. pada hari perang uhud, “wahai Rasulullah, berat bagi kami untuk menguburkan setiap orang dalam satu lubang”. Maka Rasulullah saw. bersabda : “galilah lubang, buatlah lebih dalam dan bersikaplah dengan baik terhadap para jenazah, kuburkan dua atau tiga orang dalam satu lubang”. Para sahabat lalu bertanya lagi, “siapakah yang kita taruh di depan, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “taruhlah di depan orang yang paling banyak qur’annya”. Hisyam ibn ‘Amir berkata, “dan ayahku adalah orang ketiga dalam satu kubur”.
Selain ketentuan hukum itu, terdapat adab, di antara satu mayat dan mayat yang lain diberi pembatas dari tanah. Ayah didahulukan dari pada anaknya, meskipun anaknya lebih mulia, karena derajat ayah yang terhormat. Begitu juga jasad ibu lebih didahulukan dari pada jasad anak perempuannya. Tidak boleh mengumpulkan jasad mayat laki-laki dan perempuan dalam satu lubang kubur, kecuali benar-benar dalam keadaan darurat. Di antara kedua jasad itupun harus diberi pembatas dari tanah. Jasad seorang laki-laki harus diletakkan di depan jasad orang perempuan, meskipun dia adalah anaknya.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat, dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.
Khamim
Fakultas Syariah IAIN Kediri
untuk link downloadnya silahkan klik di bawah ini