Ketika suatu daerah dilanda kekeringan dan langka air, bagaimana harus memandikan jenazah orang yang meninggal?, apakah sah bila dilakukan dengan cara tayamum?. (Rico, 081359078xxx).
Di antara kewajiban sesama ummat Islam, walaupun fardlu kifayah, adalah merawat jenazah, yang meliputi 4 hal, yaitu memandikan, mengkafani, melakukan shalat, dan memakamkan jenazah. Terkait dengan persoalan memandikan jenazah, bagaimana jika tidak terdapat air karena terjadi musim kekeringan, apakah jenazah boleh ditayammumkan sebagai ganti dari memandikannya?. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ sebagai syarh dari kitab al-Muhadzdzab karya al-Syirazi berpendapat, boleh ditayammumkan, sebagai ganti dari kewajiban memandikan jenazah. Melakukan tayammum itu hukumnya wajib, kerana menjadi proses penyucian yang tidak berkaitan dengan menghilangkan najis, walaupun terdapat kewajiban menghilangkan najis dari tubuh jenazah sebelum memandikannya, sebagaimana kewajiban mandi karena junub. Sebagaimana alasan wajibnya bertayammum bagi orang yang junub adalah karena tidak terdapat air, demikian halnya memandikan jenazah karena tidak terdapat air. Pendapat Imam Nawawi di atas sesungguhnya terkait dengan persoalan najis yang keluar dari tubuh jenazah setelah dimandikan. Maka Imam Nawawi mengatakan, wajib dimandikan lagi, karena mandi merupakan urusan terakhir, sehingga harus dilakukan dengan bersesuci secara sempurna. Namun jika terhalang dilakukan mandi karena tidak terdapat air atau sebab lain, maka dilakukan tayammum, karena memandikan jenazah tidak terkait dengan menghilangkan najis, sehingga bisa berpindah pada tayammum jika tidak bisa dilakukan mandi, sebagaimana wudlu’ dan mandi janabat. Setelah dilakukan tayammum sebagai ganti dari mandi, maka berikutnya harus dilakukan shalat untuk jenazah.
Persoalan kewajiban melakukan tayammum terhadap jenazah jika tidak terdapat air di atas melebar pada persoalan lain, yaitu ‘jenazah yang terhalang dilakukan mandi dan dilakukan tayammum’, apakah tetap harus dilakukan shalat jenazah?. Sekelompok ulama madzhab Maliki, Hanbali dan ulama’ muta’akhkhirin dari madzhab Syafi’i tetap mewajibkan melakukan shalat jenazah, walaupun jenazah tidak bisa dilakukan mandi dan bahkan tayammum. Alasan yang mereka gunakan adalah, tidak terdapat alasan untuk meninggalkan kewajiban melakukan shalat jenazah, karena pada dasarnya ‘yang mudah tidak bisa hilang karena sesuatu yang sulit (al-maisur la yasquth bi al-ma’sur)’, sebagaimana hadis Nabi saw. : “idza amartukum bi amrin fa’tu minhu ma istatha’tum : jika aku perintah kalian melakukan sesuatu, maka lakukan semampunya”, dan karena tujuan melakukan shalat untuk jenazah adalah untuk mendoakan dan memintakan syafaat untuk mayyit. Namun dalam pandangan madzhab Hanafiyah, mayoritas ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah, jenazah di atas tidak usah dilakukan shalat, karena di antara syarat sah shalat jenazah adalah memandikan jenazah. Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, bahwa tetap harus dilakukan shalat jenazah, walaupun jenazah tidak dimandikan dan tidak dilakukan tayammum.
Demikian jawaban yang bisa kami lakukan, mohon maaf dan semoga ada manfaat.
Khamim
Dekan Fakultas Syariah IAIN Kediri
Dekan Fakultas Syariah IAIN Kediri
untuk link downloadnya silahkan klik di bawah ini