Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya tidak bisa puasa karena sakit, kami ingin menanyakan berapa kewajiban denda harus kami bayarkan, kepada siapa denda itu kami berikan, dan cukup satu orang atau lebih?, mohon penjelasan. (Tatik, 081232194xxx).
Terlebih dahulu beberapa hal yang membolehkan berbuka bagi orang yang berpuasa, yaitu :
- Bepergian jauh,
- Sakit yang berat. Orang yang sakit dan bepergian jauh dalam pandangan madhhab Sha>fi’iyyah wajib membayar kaffa>rat (denda) dengan memberikan 1 mudd makanan untuk setiap hari dan mengganti (qad}a>’) puasa pada hari-hari yang lain.
- Orang yang hamil dan orang yang menyusui; yang keduanya kawatir terjadi kerusakan pada diri sendiri atau anaknya. Keduanya wajib mengganti (qad}a>’) puasa dan membayar fidyat (tebusan) jika mengkawatirkan terhadap anaknya saja menurut madhhab Sha>fi’iyyat dan H{ana>bilat.
- Orang yang pikun (harom : tua renta) yang tidak mampu menjalankan puasa, seperti halnya orang sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya. Dia tidak wajib mengganti (qad}a>’) puasa tapi hanya wajib membayar fidyat (tebusan) berupa memberi makan kepada 1 orang miskin untuk setiap hari.
- Orang yang sangat lapar dan sangat haus hingga dikawatirkan terjadi kerusakan bagi dirinya, ia wajib mengganti (qad}a>’) puasa, dan
- Orang yang dipaksa (mukrah) berbuka, ia wajib mengganti (qad}a>’) puasa.
Terkait dengan pertanyaan di atas, perlu juga kami uraikan, bahwa sakit yang dimaksud adalah sakit berat yang diduga menyebabkan kematian jika dilakukan puasa, atau menyebabkan penderita tidak mampu lagi melakukan puasa, atau jika berpuasa justru akan memperparah atau memperlambat kesembuhan sakitnya. Dengan kata lain,orang sakit yang dimaksud adalah orang yang tidak mampu berpuasa sama sekali dan orang sakit yang masih mampu berpuasa tetapi bisa membahayakan sakitnya atau sangat memberatkan dirinya apabila berpuasa. Imam Nawawi mengatakan, syarat boleh berbuka bagi orang yang sakit adalah adanyamashaqqat (sulit/berat) ketika melakukan puasa. Berbeda dengan sakit ringan yang tidak mengandung mashaqqat (sulit/berat), maka tidak boleh berbuka/tidak berpuasa. Orang sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, menurut Imam Nawawi sama dengan orang tua yang lemah dan tidak mampu berpuasa sama sekali. Dali>l-dali>l yang digunakan terkait dengan persoalan ini adalah QS. Al-Baqarat 184 : “….Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” dan QS. Al-Nisa’ 29 : “…. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Dalam QS. Al-Baqarat 184 tersebut tidak dijelaskan secara rinci kategori sakit yang dimaksud. Namun jika dikaitkan dengan QS. Al-Nisa 29, maka yang dimaksud dengan sakit adalah sakit yang jika dilakukan puasa (lapar dan haus) akan semakin berat sakitnya atau bahkan bisa mati. Berdasarkan dua ayat itu, mayoritas ulama memahami, bahwa orang sakit yang dibolehkan berbuka adalah orang yang sakit parah dan dapat memperparah sakitnya jika berpuasa. Jika penyakit yang dideritanya tidak bertambah parah karena berpuasa, maka tetap harus berpuasa. Orang sakit yang tidak terlalu berat, karena ia masih mampu menahan lapar dan haus hingga waktu berbuka, tetap wajib berpuasa. Mengapa demikian?, karena alasan terpenting boleh berbuka bagi orang yang sakit adalah adanyamashaqqat (sulit/berat) ketika melakukan puasa, sebagaimana uraian tentang akibat puasa bagi orang yang sakit berat di atas.
Jika kondisi sakit sebagaimana ditanyakan sesuai dengan uraian di atas, maka kewajiban yang harus dilakukan adalah membayar kaffa>rat (denda) dengan memberikan 1 mudd (sekitar 6 ons) makanan untuk setiap hari kepada 1 orang fakir atau miskin, selain juga harus mengganti (qad}a>’) puasa yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan semoga kita mampu melaksanakan puasa Ramad}a>n dengan baik dan sempurna, A<mi>n.
Khamim, Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Kediri.
untuk link downloadnya silahkan klik di bawah ini